Dari
definisi di atas terlihat bahwa pemikiran Karl Marx berpangkal dari teori
materialisme, yaitu aliran dalam filsafat yang beranggapan bahwa kenyataan yang
seyogyanya betul-betul nyata adalah materi sementara kesadaran hanyalah dampak
atau derivasi dari proses-proses material. Perlu kita ketahui
bahwasanya Marx beranggapan bahwa segala yang ada di alam ini terdiri dari dua
kenyataan yaitu materi dan idea (kesadaran).
Dari ke-duanya, materi dianggap sebagai faktor primer sedangkan idea atau kesadaran merupakan faktor sekunder.
Materi
sendiri diartikan sebagai segala sesuatu berupa objek atau kegiatan rohaniah
manusia yang meliputi pikiran, perasaan, kemauan, watak, sensasi, cita-cita dan
sebagainya. Sedangkan ide atau kesadaran merupakan materi yang direfleksikan
oleh pikiran manusia dan diterjemahkan dalam bentuk pemikiran-pemikiran. Dalam kenyataannya antara
materi dan ide atau kesadaran memiliki hubungan, dimana kesadaran bukan saja
ditentukan oleh materi, tetapi merupakan produk dari materi itu sendiri.
Berdasarkan
pemikiran di atas,Karl Marx berkeyakinan bahwa tugas seorang Filosof tidak
hanya berhenti dalam menafsir dunia, tetapi harus mampu mengubahnya. Artinya pemikiran dari Karl
Marx tidak hanya sekedar pemaparan suatu ajaran filosofis mengajak manusia
berpikir, tetapi juga merupakan acuan manusia bertindak guna mengubah dunia
melalui revolusi proletariat menuju masyrakat sosialis. Hal
inilah yang kemudian membedakan Karl Marx dari filosof lain, misalnya, Auguste
Comte atau Martin Heidegger, bahkan David Hume yang hanya sanggup mengubah cara
manusia berpikir. Terlepas dari imajinasinya tentang struktur
masyarakat sosialis yang merupakan sintesis dari kapitalisme belum terwujud
hingga saat ini, namun imajinasi sosialisme sebagai masyarakat tanpa kelas,
tanpa penindasan dan tanpa aliansi masih menjadi esensi pimikiran Marx yang
belum terhenti untuk diperdebatkan. Menurut Marx, sosialisme adalah produk
materialisme dialekstis dan materialisme historis. Pemikiran ini masih sangat
luas memberikan ruang pikir bagi filosof sesudah zamannya.
Biografi Karl Marx
Karl Heinrick Marx dilahirkan pada
tanggal 5 Mei tahun 1818 di kota Trier, distrik Moselle, Prussian Rhineland, Jerman.
Kedua orang tuanya berasal dari keluarga rabi yang kuat beragama, tetapi
ayahnya mengajak seluruh keluarganya untuk memeluk agama protestan sebagai
jalan keluar dari politik diskriminasi terhadap orang-orang Yahudi.[1] Perpindahan keyakinan
keluarga dari Yahudi ke Protestan inilah yang menciptakan ruang pikir
tersendiri dalam pemikiran Marx tentang relasi ekonomi dan agama. Lewat
Pengalaman yang dilalui keluarganya Marx mengambil pelajaran bahwa agama dapat
dijadikan alat untuk menindas kaum lainnya.
Dalam pandangan Marx, agama juga merupakan entitas yang berfungsi
menegaskan status seseorang dan keluarganya, serta dengan gamblangnya Marx
mengatakan bahwa agama adalah keluhan makhluk yang tertekan, perasaan dunia
tanpa hati, sebagaimana ia adalah suatu roh zaman yang tanpa roh. Agama adalah
candu rakyat, dalam pandangannya agama
adalah faktor sekunder sedangkan faktor primernya adalah ekonomi.[2]
Pada tahun 1835. Marx melanjutkan
sekolahnya ke pendidikan formal. Pada usia 17 tahun, Marx menyelesaikan
studinya di sekolah menengah dan sempat menimba Ilmu Hukum di Universitas Bonn
demi mengikuti kemauan orang tuanya, di perguruan tinggi ini Marx gagal
menyelesaikan studinya. Hal ini dikarenakan Marx lebih tertarik mendalami
filsafat, sehingga dia memutuskan untuk memilih belajar filsafat dan sejarah di
universitas Berlin selama lima tahun. Keputusan Marx lebih memilih belajar
filsafat merupakan pengaruh dari budaya keluarganya, mengingat kedua orang tua
Marx merupakan keturunan dari para rabi yang hafal Voltaire dan Lessing dengan
sangat mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Ayahnya adalah peminat bacaan
John Locke dan filsafat telah menjadi perbincangan sehari-hari keluarganya.[3]
Selama menempuh dunia perkuliahan di
Berlin, Marx sangat tertarik dengan cara pikir dan cara pandang dialektika yang
merupakan sumbangan besar seorang filosof bernama Hegel. Minat Marx yang besar
untuk mengkaji pemikiran Hegel, mengantarnya untuk bergabung kedalam kelompok ”Club Young Hegelian” atau club Hegelian
muda, yaitu sebuah kelompok diskusi yang mengkritisi ajaran Hegel. Saat itu
ajaran Hegel menjadi sumber ideologi Jerman yang sangat dogmatis. Tokoh-tokoh
utama kelompok diskusi ini adalah Karl Marx, Feurbach, Arnold Ruge serta Bruno
Bauer, selain mengkritisi ajaran Hegel kelompok diskusi ini juga menentang
ajaran agama Protestan sehingga dinamakan kelompok sayap kiri ajaran Hegel.[4]
Gelar Doktor dalam Ilmu
Filsafat diraih Marx pada usia 23 tahun. Disertasinya yang berjudul The Difference between The Philosofis of
Nature in Democritus and Eficurus, diajukan di Universitas Jena pada 15
April 1841. [5] Kertas
kerja dan pengantar disertasi ini secara jelas menunjukkan Marx sangat
Hegelian, dan antiagama. Hal terakhir ini juga yang membuat Marx dicap sesat,
dan mulai dijauhi rekan-rekannya. Ide-ide Marx pada tahun 1840-an merupakan
kritik terhadap dua revolusi yaitu revolusi Prancis dan revolusi Industri,
menurutnya meskipun dua revolusi ini menandakan kemajuan yang luar biasa bagi
perubahan hidup umat manusia, namun keduanya gagal melunasi janji perluasan
kebebasan manusia. Karena seperti yang kita ketahui bersama, dampak dari revolusi
Prancis dan revolusi industri memunculkan golongan kelas kapitalis atau
kelompok pemilik modal, sedangkan Marx sangat menolak sistem kapitalisme,
karena yang dihasilkan oleh kapitalisme adalah suatu pembagian masyarakat
berdasarkan kekhususan yang jumlahnya lebih besar dari aparat penguasa.
Alih-alih bebasnya manusia dari lembaga-lembaga administratif ekonomi
kapitalis, yang muncul justru perbudakan manusia dalam masyarakat yang
diorganisir secara ketat.
Pada tahun 1842-1843, Marx berkeinginan untuk
menjadi seorang dosen agar bisa menularkan pemikiran-pemikirannya yang radikal
kepada orang lain, tapi karena tidak memiliki kesempatan untuk mewujudkan
keinginannya Marx membatalkan niatnya dan berputar haluan terjun ke dunia
jurnalistik, ia bekerja sebagai seorang wartawan, profesinya sebagai seorang
wartawan memungkinkan ia untuk mengembangkan ide-idenya dalam bentuk tulisan,
selain itu Marx bertugas sebagai seorang kontributor utama untuk surat kabar Rheinissche Zitung yang terbit di
Cologne (Kolon). Artikel-artikel yang diterbitkan oleh Karl Marx memperlihatkan
sosoknya sebagai seorang pemikir liberal radikal. [6]
Pada edisi pertamanya, Marx menulis
sebuah artikel tentang kaum tani Jerman, dalam karyanya, Marx memilih untuk
menuliskan realitas ketertindasan rakyat yang membumi daripada menuliskan
tentang pertentangan agama yang kala itu sangat popular. Di perjalanan
kariernya Marx bertemu dengan Moses Heles salah satu editornya yang berhaluan
komunis dan memberikan pengalaman kepada Marx untuk lebih memperhatikan nasib
kaum buruh Eropa sebagai bahan bahasan. Kemudian Marx menulis secara radikal
artikel tentang buruh pabrik anggur yang cukup mengejutkan pihak kerajaan dan
badan sensor kerajaan menekan pemilik terbitan untuk memecat Marx. Belum genap
satu tahun terbit, akhirnya penerbit tempat Marx bekerja dibredel karena
terlalu keras mengkritik pemerintah.
Pada
tahun 1843, Marx menikahi seorang perempuan bernama Jenny
Von Westphalen, putri seorang bangsawan yang sangat setia kepada Karl Marx.
Untuk sebagian besar hidupnya. Marx memang lebih lama hidup dalam pembuangan,
pandangan-pandangannya yang radikal menyebabkan Marx tidak diiiznkan tinggal di
Jerman sehingga ia terpaksa hidup di luar negeri, mulanya mereka pindah ke Paris (Prancis).[7] Disinilah
Karl Marx kerap kali dikucilkan, diusir dan dipenjarakan, hal ini membawa Marx
lebih berantusias belajar tentang sosialisme serta semangat revolusioner dan
pemikiran komunis ditengarai juga dimulai oleh Karl Marx pada fase ini. Sebagai
seorang komunis dalam artikelnya yang berjudul Critique of Hegels, Philosphy of Right: Introduction, dengan jelas
terpampang keyakinannya bahwa kaum proletariat harus membebaskan diri mereka
sendiri dan juga masyarakat keseluruhan. Disana, ia juga menulis panjang
tentang kapitalisme.
Pada tahun 1844, Marx
berkenalan dengan aktvis gerakan sosialis yang berasal dari London, Frederich
Engels, yang akan menjadi teman akrab dan “penerjemah” teori-teorinya. Engels
adalah seorang putra pengusaha Jerman, sekalipun Marx dan Engels memiliki latar
belakang keluarga yang berbeda tetapi mereka mampu menjalin persamaan seumur
hidup karena dipertemukan oleh kesamaan jiwa revolusioner dan kegelisahan
mereka melihat penderitaan dan ketidakadilan.
Ditengah pergulatannya membangun perspektif
filosopisnya dan mengembangkan pemikiran-pemirannya, Marx menderita penyakit
tak berkesudahan dan meninggal dunia pada tanggal 14 Maret 1833. Meskipun telah tutup usia, namun ide dan
pemikirannya tetaplah hidup, selama hidupnya banyak pemikir-pemikir yang
menentang ide dan pemikiran filsafatnya, namun demikian Engel dalam sebuah
pidato mengatakan bahwa sekalipun Marx memiliki banyak penentang namun dia
tidak memiliki musuh. Di dalam merumuskan pemikirannya dikenal dua penahapan
yaitu periode awal (1841-1846) yang lazim disebut sebagai Marx muda yakni
pencerminan diri Marx sebagai seorang Filosof yang lebih sebagai pemikir
liberal dalam merumuskan konsepsi tentang manusia, humanism dan alienasi.
Period ke-dua dikenal sebagai periode Marx tua, yakni ketika Marx dikenal
sebagai kritikus masyarakat karena idenya lebih kepada memaparkan konsepsi
perjuangan kelas, revolusi dan politik ekonomi.
Pemikiran Karl Marx
Ada satu unsur yang khas bagi pemikiran Karl
Marx, yaitu pemikirannya tidak tinggal dalam wilayah teori, melainkan hidup
sebagai ideologi Marxisme dan komunisme yang menjadi sebuah kekuatan sosial dan
bahkan kekuatan politik, maksudnya Marx berhasil mengembangkan sebuah pemikiran
yang pada dasarnya merupakan teori filsafat namun kemudian menjadi teori dan ideology
perjuangan sekian banyak generasi berbagai gerakan pembebasan. Hal inilah yang
membedakan filsafat pemikiran Karl Marx dengan tokoh filsafat lainnya.
Marx sendiri
memang tidak pernah menginginkan pemikirannya sebagai usaha
teoristis-intelektual semata-mata, melainkan sebagai usaha nyata dan praktis
untuk menciptakan kondisi-kondisi kehidupan yang lebih baik. Marx selalu
menuntut agar filsafat menjadi pendorong perubahan sosial. Hal ini sesuai
dengan perkataanya yang menyatakan bahwa “Para filosof hanya memberikan
interpretasi yang berbeda terhadap dunia, yang perlu ialah mengubahnya!”, karena inilah pemikiran Marx tetap merupakan
tantangan bagi filsfat yang perlu dikaji secara kritis[8].
Hal ini tergambar
jelas dari sejarah hidupnya yang memberikan inspirasi untuk berupaya berjuang
melawan kekuatan kapitalisme yang dkritiknya dengan menuliskan artikel-artikel
menentang borjuis serta bergerak dalam gerakan buruh sebagai kekuatan yang
dibelanya. Marx membangun filsafat praktis dengan harapan menghasilkan suatu
kesadaran untuk mengubah realitas masyarakat kapitalis yang bercirikan
pengisapan dan eksploitasi. Menurut Marx sistem ekonomi kapitalis, kelas
pemilik modal berjuang mati-matian untuk mengeruk keuntungan sebanyak mungkin .
Jalan cepat untuk memungkinkan hal tersebut adalah dengan pengisapan dan
mengekesploitasi tenaga kerja kelas buruh. Untuk itulah, muara dari pemikiran
Marx adalah bagaiman supaya buruh yang teralienasi dapat terbebas dari belenggu
kesadaran palsu dan akan bergerak melawan sistem kapitalis melalui revolusi
proletariat. Dengan demikian, Filsafat Marx dapat dikatakan sebagai filsafat
jalan keluar bagi masyarakat yang teralienasi dengan mengembangkan sistem baru
yang tidak mungkin didapatkan secara cuma-cuma tetapi harus diperjuangkan melalui
dialektika perjuangan kelas.
[1]Ambo Upe, TradisiAliran Dalam Sosiologi Dari Filsafat
Positivistik ke Post
Positivistik,(Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2010),hlm.128.
[2] Adrian Husaini,
et.al, Filsafat Ilmu Perspektif Barat Dan
Islam ( Jakarta, Gema Insani,
2013), hlm.9.
[3] Ken Buddha
Kusumandaru, Karl Marx, Revolusi dan
Sosialisme (Resist Book, 2004),
hlm.7
[4] Bagong Suyanto,
et.al, Filsafat Sosial. ( Yogyakarta,
Aditya Media Publishing, 2013),
hlm. 179.
[5] M. Solihin, Pemikiran Filsafat Klasik Hingga Modern,
(Bandung, Pustaka Setia,
2007),hlm.231
[6] Ibid,. hlm.233
[7] Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat,(Bandung,
Penerbit
Mizan,1999),hlm.193
Revisionisme,(Jakarta, PT.
Gramedia Pustaka Utama,1999),hlm.4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar