SELAMAT DATANG DI BLOG LENTERA SENJA, Semoga Bermanfaat

Rabu, 07 September 2016

DAMAI

DAMAI
Jiwa pemberontak sekarang ada dimana???
Bisakah kalian memberitahuku dimana tempatnya...
Apakah dia telah mati atau Bersembunyi atau hilang tertelan oleh kedamaian yang semu????
Jiwa pemberontak, apakah kau tidak sanggup lagi melantangkan suaramu...???
Telah habiskah keberanianmu menentang kedamaian yang semu????
Jiwa pemberontak, jiwa pemberontak, jiwa pemberontak!!!!!! Aku memanggilmu..
Huuh, sudahlah saat ini memang kau telah Terkubur oleh kedamaian,
Tergerus oleh kedamaian
Terbuai oleh kedamaian...
Ya kedamaian!!!
Kedamaian semu yang diselimuti oleh kecurangan, kemunafikan, kebodohan, kesombongan, keegoisan, kemiskinan, kegelapan, ketidaktahuan, kekuasaan..
Iya kedamaian, yang hanya bisa dinikmati oleh kelompok superior,.
Kedamaian yang diperoleh dari menindas orang lemah...
Damai???


TEGA KEPADA PENGEMIS BUKAN BERARTI PELIT

TEGA KEPADA PENGEMIS BUKAN BERARTI PELIT

TEGA KEPADA PENGEMIS BUKAN BERARTI PELIT

Tindakan apa yang akan kita lakukan pada saat didatangi oleh seorang pengemis??. Mungkin merasa kasihan, cuek atau pura-pura tidak tahu. Namun dari ke-3 tindakan tersebut pada umunya sebagian orang merasa kasihan dengan si pengemis, lalu memberikan uang kepadanya secara sukarela. Apakah tindakan ini salah?. Jawabannya, bisa iya, bisa tidak. Karena semuanya tergantung dari perspektif individu yang melihatnya. Ada yang beranggapan bahwa tindakan memberikan uang tersebut merupakan wujud dari sikap saling menolong sesama manusia dan itu adalah suatu kebaikan. Ada juga yang beranggapan bahwa tindakan tersebut kurang tepat karena dengan memberikan uang kepada pengemis, maka secara tidak sadar kita telah membuat si pengemis akan semakin malas dalam mencari pekerjaan yang layak, karena dengan mengemis ternyata mereka bisa memperoleh uang dengan mudah. Orang yang memiliki pandangan seperti ini, cenderung akan cuek dan pura-pura tidak tahu dengan keberadaan pengemis yang mendatanginya.

Saya sendiri adalah orang yang pada awalnya setuju dengan pandangan pertama, karena saya merasa tidak ada salahnya membantu orang lain yang kekurangan. Disisi lain saya juga tipe orang yang mudah tersentuh (sudah ditakdirkan dari kecil.. Hehe), sehingga mudah kasihan kepada orang yang kekurangan, misalkan kepada pengemis. Apalagi si pengemis meminta uang dengan narasi sedih dan membawakan kisah dengan judul dan tema tentang "untuk beli susu anak, untuk berobat orang tua yang lagi sakit dan untuk biaya anak sekolah". Sialnya para pengemis seolah-olah tahu judul-judul karangan yang tepat kalau ingin mendapatkan uang dari saya. Alasannya pertama, karena saya sendiri memiliki 4 orang keponakan, jadi saya tahu betul bagaimana kondisi perjuangan kakak saya banting tulang mencari uang untuk membeli susu buat si anak. ke-dua, saat ini saya tidak lagi memiliki kedua orang tua (alias yatim piatu), sehingga kalau pengemis meminta dengan membawa kisah orang tuanya, seketika itu saya langsung teringat dengan wajah ke-dua orang tua saya. Otomatis tangan akan bergerak memeriksa uang yang ada didompet, mengambil beberapa uang dan menyerahkannya kepada si pengemis (note: nilai beberapa uang antara 1000-10.000, tidak pernah di atas jumlah tersebut, karena saya juga butuh uang makan, maklum anak kost). Ke-tiga, apalagi kalau si pengemis membawakan kisah untuk biaya anak sekolah, saya juga akan memberikannya uang, karena saya tahu betul betapa susahnya mencari uang untuk biaya sekolah. Soalnya saat ini saya juga masih bercibaku mencari uang untuk menyelesaikan study s2 saya (sombong dikitlah).

Tetapi pandangan tersebut mulai bergeser, setelah saya ditegur oleh dua orang teman saya bernama NO dan LS (nama samaran). Ceritanya, pada suatu malam kami bertiga sedang nongkrong di taman BKB di bawah jembatan ampera, sedang asyik mengobrol, kami didatangi ibu-ibu berpakaian lusuh, mengenakan jilbab model langsung bewarna hitam, celana leging setengah tiang bewarna hitam dan sendal jepit. Si ibu masih sangat muda, perkiraan saya umurnya sekitar 30-35an.. Masih sanggup untuk mencari pekerjaan yang layak. Saat itu dia meminta uang dengan wajah memelas katanya dia butuh uang untuk biaya sekolah anaknya, mendengar ceritanya, saya langsung merasa kasihan. Tetapi tidak dengan kedua teman saya, mereka seperti tidak menggubris kedatangan si ibu pengemis tersebut, malah tetap asyik mengobrol. Saya pun merasa heran apakah kedua teman saya sudah tidak ada lagi rasa peduli dengan orang lain, tanpa menunggu lama saya pun memberikan uang kepada ibu tersebut sebesar 2.000 ribu, si ibu pun menerima uang tersebut, sialnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun apalagi mengucapkan rasa terima kasih si ibu tersebut berlalu meninggalkan kami, yang lebih menjengkelkan saat dia menerima uang dengan nominal 2000 tersebut, wajahnya yg awalnya sedih seperti kecewa karena hanya dapat uang segitu, sebelum dia pergi terlihat raut wajahnya seolah menggerutu. Tetapi tak apalah, saya hanya bisa membantu semampu saya saja. Tindakan yang saya lakukan justru ditentang oleh ke-dua teman saya, mereka menasehati saya bahwa pengemis tersebut bukan orang2 yg benar-benar butuh pertolongan, tetapi hanya orang2 yang memanfaatkah rasa iba dari orang lain untuk mencari nafkah. Jadi lebih baik tidak memberikannya uang, karena seharusnya ibu (pengemis tadi) dengan umur segitu masih sanggup untuk mencari uang dengan pekerjaan yang layak, tanpa harus meminta-minta. Nasehat teman saya tersebut, seolah-olah mengatakan bahwa kamu salah memberikan mereka uang!!!.. Sebenarnya saya tidak setuju dengan pendapatnya, namun saya pun tidak berkomentar apa2, karena seperti yang saya katakan tadi semua tergantung dengan perspektif masing2.. Lagian saya juga tidak ingin berdebat panjang lebar, karena nantinya bisa merusak suasana.

Hari pun berlalu. Beberapa bulan kemudian. Entah kenapa seminggu belakangan saya seringkali didatangi oleh pengemis. Contohnya saat sedang berada di mesjid, bahkan ada juga yang datang ke kosan saya. Anehnya pengemis tersebut tidak mendatangi orang lain, tetapi hanya mendatangi saya...apakah di mata para pengemis dijidad saya ini ada tanda merah, sebagai target sasaran tembak dalam game perang. Atau mungkin wajah saya terlihat seperti wajah orang bego (sekedar gambaran, wajah saya dihiasi dengan brewok, kumis dan janggut yang bersatu padu, dengan tampilan seperti ini saya rasa orang agak sungkan untuk menghampiri dan meminta tolong kepada saya, seram bro!!!). Kenapa saya bilang " aneh kok hanya saya??". Faktanya nih, di mesjid itu ada banyak sekali orang yg sholat disana, seusai sholat biasanya para jamaah akan duduk2 terlebih dahulu diteras mesjid (mesjid PT.KAI Plaju), sekedar untuk bersantai atau melepaskan penat. Saya pun sebelum pulang duduk dahulu diteras mesjid, tidak lama dari kejauhan saya melihat ada seseorang yg mendatangi saya, awalnya saya tidak curiga, karena saya berfikir si bapak juga ingin duduk santai di teras mesjid. Ketika dia duduk disamping saya, Eh tanpa tedeng aling2, si bapak bercerita panjang lebar, mengenai masalah hidupnya. Bukannya saya tidak menghargai, tetapi saya sendiri punya banyak masalah apalagi saat itu badan dan pikiran saya belum sepenuhnya bisa menerima masukan cerita permasalahan orang lain, karena lelah akibat bekerja belum sepenuhnya hilang...tetapi sebagai anak muda yang sopan, saya berusaha menyimak ceritas si bapak, saya hanya bisa berkata "iya, ohh, atau he'eh" sambil sesekali menganggukkan kepala. Sebenarnya saya tidak memahami betul apa yang diceritakannya, tetapi satu ucapan yg jelas betul ditelinga saya adalah " nak bapak lapar, belum makan, seharian keliling nyari alamat rumah keluarga, tetapi nggak ketemu2 juga, mau pulang nggak ada ongkos". Ujung2ny si bapak minta uang kepada saya seikhlasny. Karena kasihan saya pun memberikannya uang. Tetapi ada beberapa cerita yang sebenarnya terlihat mengada-ada. Tetapi apapun itu saya merasa si bapak butuh pertolongan... Tidak lama pun saya pamit dengan si bapak mau pulang. Sembari berlalu meninggalkan si bapak, saya hanya berdoa dalam hati "ya Allah, jika memang dia butuh pertolongan maka itu menjadi pahala bagi hamba, namun jika dia melakukan tipu daya, maka hanya engkau yang tahu dan azab mu sangatlah pedih". Hanya do'a itu yang terlintas dibenak saya.

Selang beberapa hari kemudian, saat saya berada dikosan, dari luar terdengar ada orang yang mengucapkan salam, ketika saya keluar ternyata ada ibu2 ( umur 30-35), dari tampilannya terlihat ibu tersebut seperti pengemis, tetapi saya berfikir positif mungkin si ibu sedang mencari alamat. Tetapi fikiran positif saya saat itu tidak berlangsung lama karena dugaan awal saya benar, ibu tersebut adalah seorang pengemis. Tetapi saat itu dia melancarkan aksinya tidak langsung dengan cara meminta uang, melainkan menggunakan modus yang terbilang baru. Yaitu dengan berpura-pura menawarkan beberapa buku, mirisnya buku yang ditawarkan adalah buku agama seperti " tata cara sholat, tata cara dzikir, dll', sembari memohon " beli bukunya dek, seikhlasnya saja. Ibu lagi butuh uang untuk beli susu anak ibu", lagi2 saya merasa kasihan, buru2 saya ke kamar dan mengambil uang ( cukup untuk makan siang), lalu menyerahkan uang tersebut kepada si ibu. Si ibu terlihat senang, dan dia mendo'akan saya supaya rezekinya lancar. Saya merasa senang mendengar do'a si ibu dan juga senang bisa membantu anaknya yg sedang membutuhkan susu. Karena saya hanya teringat, bagaimana kalau keponakan saya yang sedang membutuhkan susu tersebut. Tidak lama kemudian si ibu pun berlalu.

Sebenarnya masalah pertemuan saya dengan bapak dan ibu yang meminta uang pada saya saat itu, tidak ingin saya ceritakan kepada orang lain. Cukup saya dan Allah yang tahu..  Tetapi saya berubah pikiran setelah ibu yang mengemis dengan modus menawarkan buku kepada saya, kembali datang ke kosan saya. Padahal saat itu, ada beberapa kosan lain yang pintunya terbuka, tetapi anehnya si ibu hanya mendatangi kosan saya.. Saat itu dia kembali menawarkan buku2 agama kepada saya, tetapi saat itu belum sempat dia mengemukakan alasannya, saya langsung bilang maaf buk, saya lagi tidak ada uang. Karena pada saat itu saya memang mengalami krisis keuangan, si ibu bukannya pergi tapi dia justru menjawab " Kalau tidak mau beli buku ini tidak apa, tetapi ibu MINTA uangnya seribu atau dua ribu saja". Mendengar jawaban si ibu, saya mulai sadar bahwa buku yang ditawarkannya hanya sekedar modus untuk memperoleh uang dari orang lain. Tetapi saya tetap memberikannya uang 2 ribu, tetapi dengan uang 2 ribu, ternyata tidak cukup untuk membeli do'a dari si ibu (hahaha, dua ribu dapat apa baro). Setelah mendapatkan uangnya ibu itupun segera pergi. Saya mulai berfikir bahwa ironis sekali buku yang dijadikan tameng untuk mengemis, adalah buku-buku agama yang menjelaskan tentang sholat, zakat, zikir dan sebagainya. Padahal dalam buku tersebut terdapat beberapa kutipan firman tuhan. Apakah ini termasuk salah satu ciri2 orang yg menjadikan agama untuk mencari nafkah (lain halnya dengan para pedagang buku). Astagfirullah, manusia memang semakin gila.

Jadi semenjak kejadian itu, dan saat tulisan ini saya buat bahkan untuk selamanya, saya akan berusaha untuk berhati-hati kalau ingin membantu orang lain, takutnya kebaikan kita dijadikan sebagai sasaran orang pemalas yang ingin mendapatkan uang tanpa harus bersusah payah bekerja.. LEBIH BAIK BERSIKAP TEGA KEPADA MANUSIA SEPERTI ITU. TEGA BUKAN BERARTI PELIT!!!.