SELAMAT DATANG DI BLOG LENTERA SENJA, Semoga Bermanfaat

Minggu, 05 September 2021

Islam dan Pendidikan Karakter

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah usaha untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap individu sehingga dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, serta memiliki nilai–nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya. Dengan demikian pendidikan dipandang sebagai Usaha sadar yang bertujuan dan usaha mendewasakan anak (Sudjana, 2005: 2).

Fokus utama pendidikan diletakkan pada tumbuhnya kesadaran kepintaran anak yaitu kepribadian yang sadar diri, kesadaran budi sebagai pangkal dari kesadaran kreatif. Dari akar dan kepribadian yang sadar diri atau suatu kualitas budi luhur inilah manusia bisa berkembang mandiri di tengah lingkungan sosial yang terus berubah semakin cepat. Kualitas pribadi yang pintar dasar orientasi pendidikan kecerdasan, kebangsaan demokrasi dan kemanusiaan, ide. (Mulkhan, 2002: 71)

Ironinya dunia pendidikan selama ini kurang menaruh perhatian pada pertumbuhan pribadi peserta didik yang sering dibiarkan tumbuh alamiah. Hanya dengan IQ (kognisi) tanpa EQ (psikomotor), dan SQ (afeksi), seorang lebih berbahaya karena mudah melakukan kejahatan profesional seperti KKN (korupsi, kolusi, nepotisme),dan lebih parah lagi apabila menyaksikan anak muda, pelajar dan mahasiswa yang tidak betah di rumah dan terasing dari lingkungan sosial.



Pendidikan seperti di atas, tidak mampu membentuk siswa yang memiliki kecerdasan rasa dan budi pekerti sebagaimana dalam potret suram di atas akan berdampak pada anak menjadi tidak dewasa dan tidak tanggung jawab. Sehingga dirasakan sangat perlu untuk melakukan terobosan agar para siswa memiliki karakter pribadi yang kuat dan unggul dibidang IMTAK dan IPTEK, seperti mulai mengaplikasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam dengan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam yang sebenarnya kaya dan syarat dengan nilai-nilai moral dalam dunia pendidikan, terutama dilingkungan sekolah. Akan tetapi, pengaplikasian pendidikan karakter tersebut tidaklah mudah, tulisan ini akan membahas mengenai penerapan pendidikan karakter Islam dilingkungan sekolah.

  

B. PENDIDIKAN KARAKTER ISLAM DI LINGKUNGAN SEKOLAH

1. SEKILAS PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA

            Istilah karakter[1] dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad ke-18. Terminologi ini biasanya mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan nama teori pendidikan normatif. Pada tahun 1990-an, terminologi Pendidikan Karakter mulai ramai dibicarakan di Dunia Barat. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya saat itu, melalui karyanya yang banyak memukau “The Return of Character Education” memberikan kesadaran di dunia pendidikan secara umum tentang konsep Pendidikan Karakter sebagai konsep yang harus digunakan dalam kehidupan ini dan saat itulah awal kebangkitan pendidikan karakter menjadi lebih dikembangkan oleh banyak orang di dunia.[2]

Di Indonesia pendidikan karakter dicanangkan oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Peringatan Hari Kemerdekaan Nasional, pada 2 Mei 2010. Pendidikan karakter menjadi isu yang sangat hangat saat itu, sehingga pemerintah memiliki tekad untuk menjadikan pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional yang harus didukung secara serius.[3] Dalam pidatonya yang dikutip dari surat kabar kompas.com, SBY mengungkapkan bahwa:

“Pendidikan karakter saat ini sangatlah penting. Pendidikan karakter sangat menentukan kemajuan peradaban bangsa, yang tak hanya unggul dan tetapi juga bangsa yang cerdas. Mengutip filsuf Yunani Aristoteles, SBY mengatakan bahwa ada dua penentu kemajuan bangsa. Pertama pemikiran dan kedua karakter. "Mengapa karater manusia dan bangsa itu penting. Aristoteles pernah mengatakan bahwa ada dua keunggulan manusia yang disebut human excelence. Pertama excelence of tought atau keunggulan pemikiran. Kedua, excelence of character, kehebatan dalam karakter. Keunggulan di bidang pemikiran dan karakter bisa dibangun melalui dunia pendidikan. Karena itu, Indonesia harus memiliki pendidikan yang unggul dan berkualitas. Oleh karena itu, saya ingatkan kepada para pendidik, baik formal maupun nonformal dan kita semua bahwa sasaran pendidikan bukan hanya kepintaran dan kecerdasan, tetapi juga moral dan budi pekerti, watak, nilai dan kepribadian yang tangguh, unggul dan mulia".[4]

 

Dari kutipan Pidato SBY di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan karakter merupakan hal yang fundamental dalam dunia pendidikan. Dalam Undang–Undang Dasar nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang terdapat bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negera”.[5]

Kemudian dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 juga disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Selanjutnya diperkuat pula dengan adanya Permenag No. 2 Tahun 2008 yang di dalam latar belakang kurikulumnya dinyatakan bahwa kurikulum ini diharapkan dapat membantu mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diarahkan untuk menambahkan dan memberikan keterampilan bertahan hidup dalam kondisi yang beragam dengan berbagai perubahan serta persaingan.

Kurikulum ini diciptakan untuk menghasilkan lulusan yang baik, kompeten, dan cerdas dalam membangun sosial dan mewujudkan karakter Kutipan tersebut mengisyaratkan upaya nyata dari pemerintah pada dunia pendidikan dalam mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu berderajat tinggi dan bernilai luhur. Melalui pendidikan ini tentunya bukan hanya pada ranah Kognitif dan Psikomotorik saja yang diharapkan memiliki perubahan, akan tetapi yang paling utama adalah adanya perubahan positif pada ranah afektif. Maka dengan demikian pendidikan karakter harus ditanamkan sejak anak masih kecil dan melalui proses yang disesuaikan dalam tahapan perkembangan anak.

 

2. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Pendidikan Islam

Kata Islam dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, atau pendidikan Islami, atau pendidikan yang berdasarkan asas-asas Islam. Pembahasan tentang apa pendidikan itu menurut Islam tentunya didasarkan atas keterangan al-Qur’an dan Hadits, serta didasarkan pula pada pendapat para pakar pendidikan Islam (Tafsir, 1992: 24).


Dalam kaitannya dengan pendidikan karakter, pada dasarnya pendidikan Islam memiliki corak tersendiri yang membedakan dengan pendidikan karakter ala barat. Hal ini bisa dilihat dari uraian mengenai tujuan Pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam menurut Arifin (2006: 56) secara teoretis dibedakan menjadi dua jenis tujuan, yaitu tujuan keagamaan dan tujuan duniawi.

Lebih lanjut Arifin menjelaskan bahwa, tujuan keagamaan (Al-Ghardud Diny) pendidikan Islam penuh dengan nilai rohaniah islami dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup di akhirat. Tujuan itu difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syari’at Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat kepada Allah.[6] Sementara itu, tujuan keduniaan (Al-Ghardud Dunyawi) didasarkan surat Al-Jumu’ah ayat 10, yang artinya “Apabila Telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” [7]

Ayat di atas dapat dijadikan dasar untuk tujuan pendidikan keduniaan menurut Islam, dimana faktor prosperty (kesejahteraan) hidup duniawi menjadi orientasinya, dengan orientasi kepada nilai Islami itu tujuan pendidikan tidak gersang dari nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam pandangan Islam, tetap saja kehidupan duniawi itu mengandung nilai ukhrowi. Hal tersebut tentunya berbeda dengan tujuan keduniaan menurut paham pragmatisme dan menurut tuntunan hidup ilmu dan teknologi modern yang gersang dari nilai-nilai kemanusiaan dan agama.

Al-Aynayni didalam tulisannya (1980:153-217) membagi tujuan pendidikan Islam menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum ialah beribadah kepada Allah, maksudnya membentuk manusia yang beribadah kepada Allah SWT berlaku di segala tempat, waktu dan keadaan. Sementara itu, tujuan khusus pendidikan Islam ditetapkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan geografi, ekonomi, dan lain-lain yang ada di tempat itu. Selanjutnya ia membagi aspek-aspek pembinaan dalam pendidikan Islam. Aspek-aspek pembinaan dalam pendidikan Islam menurutnya adalah: (1) aspek jasmani; (2) aspek akal ; (3) aspek akidah; (4) aspek akhlak; (5) aspek kejiwaan; (6) aspek keindahan; dan (7) aspek kebudayaan (Tafsir, 1992:46)

Tatkala membicarakan ciri muslim sempurna, kita telah sampai pada kesimpulan bahwa muslim sempurna menurut Islam ialah; pertama), jasmaninya sehat serta kuat, kedua), akalnya cerdas dan pandai, ketiga), hatinya takwa kepada Allah SWT. Jasmani yang sehat dan kuat memiliki ciri sebagai berikut: sehat, kuat, dan berketerampilan. Adapun kecerdasan dan kepandaian cirinya adalah: pertama, mampu menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat; kedua, mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan filosofis; ketiga, memiliki dan mengembangkan sains; dan keempat, memiliki dan mengembangkan filsafat. Sementara hati yang takwa kepada Allah memiliki ciri sebagai berikut: pertama, melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh sukarela; dan kedua, hati yang memiliki kemampuan untuk selalu ingat dan berhubungan dengan Allah SWT dalam setiap waktu dan kesempatan.

 

3. Pendidikan Karakter Islami di Lingkungan Sekolah

Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara terpadu pada setiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi, dan memfasilitasi peserta didik berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setidaknya terdapat dua jalur utama dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a) terpadu melalui kegiatan Pembelajaran, dan (b) terpadu melalui kegiatan Ekstrakurikuler. Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dalam fase ini, tenaga pendidik memiliki perang penting dalam proses pengenalan nilai-nilai tersebut, sehingga sebelum memberikan pendidikan karakter kepada peserta didik, maka para tenaga pendidik terlebih dahulu mengetahui karakter tenaga pendidik yang Islami.

 

3.1. Tenaga Pendidik

Di dalam dunia pendidikan yang dimaksud pendidik ialah semua yang mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam, dan kebudayaan. Orang sebagai kelompok pendidik banyak macamnya, tetapi pada dasarnnya semua orang. Yang dikenal dalam ilmu pendidikan adalah orang tua murid, guru-guru disekolah, dan tokoh-tokoh atau figur masyarakat.

Dalam konteks sekolah, hal penting yang harus dilakukan oleh seorang pendidik secara umum adalah memahami perkembangan anak didiknya.  Pemahaman terhadap perkembangan anak didik akan bermanfaat bagi seorang guru anatara lain: 1) Memberikan layanan bantuan dan bimbingan yang tepat kepada peserta didik relevan dengan tingkat perkembangannnya, 2) Mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya kesulitan belajar peserta didik tertentu, lalu segera mangambil langkah-laangkah yang tepat untuk menanggulanginya, 3) Mempertimbangkan waktu yang tepat untuk memulai aktifitas proses pembelajaran, 4) Menemukan dan menetapkan tujuan-tujuan pembelajaran baik berupa kompetensi dasar (KD) maupun kompetensi inti (KI) yang harus dicapai oleh peserta didik.

Menurut Moh. Athiyah Al Abrasyi sebagaimana yang dikutip oleh Uhbiyati (2005: 77), seorang pendidik Islam itu harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapun sifat-sifat yang dimaksud adalah:

1. Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridoan Allah semata.

2. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat ria (mencari nama), dengki, permusuhan, perselisihan, dan lain-lain sifat yang tercela.

3. Ikhlas dalam kepercayaan, keikhlasan dan kejujuran di dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan sukses murid-muridnya.

4. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-sebab yang kecil, serta berpribadi dan mempunyai harga diri.

5. Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri, dan memikirkan keadaan mereka seperti ia memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri. Bahkan seharusnya ia lebih mencintai murid-muridnya daripada anaknya sendiri.

6. Seorang guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam mendidik murid-muridnya.

7. Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang itu sehingga mata pelajaran itu tidak bersifat dangkal.

 

3.2. Peserta Didik

Peserta didik merupakan objek terpenting dalam pembentukan karakter di lingkungan sekolah.  Secara terperinci Ridwan dalam tulisannya menjelaskan bahwa ada tiga tahapan penting dalam pembentukan karakter pada diri anak, diantarnaya knowing the good, felling the good, dan active the good. 

Pertama) Knowing the good, (mengetahui kebajikan), berarti anak mengetahui baik dan buruk, mengerti tindakan yang harus diambil dan dapat memprioritas hal-hal yang baik. Dalam konteks ini, anak tidak sekedar diinformasikan tentang hal-hal yang baik, tetapi harus diinternalisasikan lewat penghayatan yang mendalam, sehingga ia dapat memahami mengapa harus dan perlu melakukan tindakan kebajikan. Kedua) Felling the good, (merasakan kebajikan), berarti anak dapat merasakan manfaat perbuatan baik, sehingga ia menjadi gemar atau cinta melakukan kebajikan dan benci melakukan perbuatan buruk. Ketiga) Active the good (melaksanakan kebajikan), berarti anak dapat dan terbiasa melakukan kebajikan. Pada tahap ini anak dilatih untuk terbiasa melakukan perbuatan baik, sebab tanpa anak terbiasa melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan  sebagai kebaikan tidak akan ada artinya.[8]

Tentu agar pesan nilai karakter yang disampaikan oleh pendidik mudah diterima oleh anak didik maka dibutuhkan cara yang tepat. Anak didik akan merasa senang dan bergembira disaat menerima materi pelajaran dari seorang pendidik apabila metode yang dipakai oleh pendidik sesuai dengan bahan ajar, sesuai dengan tingkat pemahaman anak didik, serta sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik maka akan menimbulkan rasa gembira pada diri anak-anak. Kegembiraan mereka membuat mereka peka terhadap apa yang disampaikan oleh gurunya, menjadikan mereka hormat terhadapnya, dan bersikap sopan dihadapannya. Jika sebaliknya, maka karakter negatif yang akan muncul dari diri anak didik.

Dalam dunia pendidikan Islam, prinsip penyelenggaraan metode pendidikan harus memperhatikan 3 prinsip, diantaranya :

1. Memudahkan dan tidak mempersulit.

2. Menggembirakan dan tidak menyusahkan.

3. Dalam memutuskan sesuatu hendaklah selalu memiliki satu kesatuan pandangan dan tidak bersellisih paham yang dapat membawa pertentangan bahkan pertengkaran.

Tidak cukup dengan metode yang tepat,  Anis Matta dalam tulisannya berpendapat bahwa ada kaidah kaidah yang harus dipenuhi agar pembentukan karakter, khususnya karakter Islami yang dicanangkan bisa tercapai, diantaranya kebertahapan, kesinambungan, momentum, motivasi intrinsik dan pembimbing. 

Pada Tahap kebertahapan, perubahan karakter tidak terjadi seketika, akan tetapi membutuhkan waktu yang panjang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pembentukan karakter harus berorientasi pada proses bukan hasil. Hal ini mengindikasikan bahwa, evaluasi pembentukan karakter berupa penilaian bukan semata-mata untuk melihat secara angka-angka keberhasilan anak didik, melainkan tercapainya semua kompetensi secara menyeluruh dalam diri anak didik.

Sistem pendidikanpun akan dikatakan keliru apabila tidak melakukan evaluasi dengan benar. Evaluasi yang dilakukan bukan dapat meningkatkan kualitas pendidikan, malah yang terjadi justru menurunkan citra pendidikan itu sendiri. Dengan konsep evaluasi yang salah tidak menjadikan anak didik berkarakter baik malah justru menjadikan mereka semakin malas, tidak percaya diri, tidak semangat belajar, sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan. Sementara apapun yang diperbuat dalam pendidikan selalu menghendaki hasil. Dan setiap pendidik selalu berharap bahwa hasil yang diperoleh diwaktu sekarang lebih memuaskan dari hasil yang diperoleh sebelumnya.

Evaluasi dilakukan dalam pendidikan Islam tentunya searah dengan watak dan karakter manusia yang diharapkan menjadi lebih baik setelahnya. Dalam Al-Qur’an Al-Karim surat An-Nisa ayat 28 Allah berfirman yang artinya:” Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa evaluasi dilakukan karena manusia memiliki banyak kelemahan dengan evaluasi tersebut diharapkan munculnya karakter positif dalam dirinya dan hilangnya karakter negatif berkaitan dengan kelemahan tersebut.

Pembentukan karakter yang baik dalam diri anak didik tidak semudah membalikan telapak tangan. Anak didik seringkali terpengaruh oleh lingkungan yang menjadi tempat eksistensi mereka. Tidak semua lingkungan berpengaruh positif terhadap perkembangan pribadi mereka juga pada pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai agama yang diharapkan. Oleh karena itu, haruslah adanya pembinaan dengan konsep pendidikan Islam terhadap lingkungan yang dimaksud. Adapun lingkungan tersebut antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Pada tiga lingkungan di atas semestinya dibina menjadi lingkungan Islami, tanpa terkecuali. Satu sama lain saling berkaitan dan masing-masing lingkungan memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan pendidikan Islam dalam mencetak manusia menjadi sosok insan kamil yang mengalami perubahan watak atau karakter menjadi lebih baik serta adanya nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan yang semakin kokoh. Untuk itu, dibutuhkan adanya kerjasama antara ketiga lingkungan pendidikan tersebut agar apa yang dicita-citakan dalam rumusan tujuan pendidikan Islam dapat terwujud.



[1] Istilah karakter yang dalam bahasa Inggris character, berasal dari istilah Yunani, character dari kata charassein yang berarti membuat tajam atau membuat dalam. Karakter juga dapat berarti mengukir. Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir.Maka, karakter seseorang merupakan sesuatu yang khas pada diri seseorang dan mendarah daging dalam dirinnya.

[2]Abdul Majid, Dian Handayani,2011, Pendidikan Karakter Prspektif islam, Bandung : PT Remaja Rosda karya, hlm. 11

[3] Fatchul Mu’in, 2011,  Pendidikan Karakter, Konstruksi Teoretik dan Praktik, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, hlm. 323

[4]Kompas,”SBY:PendidikanKarakterSangatPenting”,https://nasional.kompas.com/read/2011/05/20/21473385/SBY.Pendidikan.Karakter.Sangat.Penting, (diakses pada 15 Januari 2021, pukul 10.00 WIB)

[5] Aisyah M. Ali, 2018, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya, Jakarta : Penerbit Kencana, hlm. 9

[6] “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orangorang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal..”. (Q.S. Al-A’la: 14-17)

[7] Q.S. Al-Jumu’ah: 10

[8] Aisyah M. Ali, 2018,…….. hlm. 9