PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah usaha untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki setiap individu sehingga dapat hidup secara
optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, serta
memiliki nilai–nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya. Dengan demikian
pendidikan dipandang sebagai Usaha sadar yang bertujuan dan usaha mendewasakan
anak (Sudjana, 2005: 2).
Fokus
utama pendidikan diletakkan pada tumbuhnya kesadaran kepintaran anak yaitu
kepribadian yang sadar diri, kesadaran budi sebagai pangkal dari kesadaran
kreatif. Dari akar dan kepribadian yang sadar diri atau suatu kualitas budi
luhur inilah manusia bisa berkembang mandiri di tengah lingkungan sosial yang terus
berubah semakin cepat. Kualitas pribadi yang pintar dasar orientasi pendidikan
kecerdasan, kebangsaan demokrasi dan kemanusiaan, ide. (Mulkhan, 2002: 71)
Pendidikan
seperti di atas, tidak mampu membentuk siswa yang memiliki kecerdasan rasa dan
budi pekerti sebagaimana dalam potret suram di atas akan berdampak pada anak
menjadi tidak dewasa dan tidak tanggung jawab. Sehingga dirasakan sangat perlu
untuk melakukan terobosan agar para siswa memiliki karakter pribadi yang kuat
dan unggul dibidang IMTAK dan IPTEK, seperti mulai mengaplikasikan pendidikan
karakter berbasis nilai-nilai Islam dengan menginternalisasikan nilai-nilai
ajaran Islam yang sebenarnya kaya dan syarat dengan nilai-nilai moral dalam
dunia pendidikan, terutama dilingkungan sekolah. Akan tetapi, pengaplikasian
pendidikan karakter tersebut tidaklah mudah, tulisan ini akan membahas mengenai
penerapan pendidikan karakter Islam dilingkungan sekolah.
B.
PENDIDIKAN KARAKTER ISLAM DI LINGKUNGAN SEKOLAH
1. SEKILAS PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA
Istilah
karakter[1]
dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad
ke-18. Terminologi ini biasanya mengacu pada sebuah pendekatan
idealis-spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan nama teori
pendidikan normatif. Pada tahun 1990-an, terminologi Pendidikan Karakter mulai
ramai dibicarakan di Dunia Barat. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya
saat itu, melalui karyanya yang banyak memukau “The Return of Character Education” memberikan kesadaran di dunia
pendidikan secara umum tentang konsep Pendidikan Karakter sebagai konsep yang
harus digunakan dalam kehidupan ini dan saat itulah awal kebangkitan pendidikan
karakter menjadi lebih dikembangkan oleh banyak orang di dunia.[2]
Di Indonesia pendidikan
karakter dicanangkan oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam
Peringatan Hari Kemerdekaan Nasional, pada 2 Mei 2010. Pendidikan karakter
menjadi isu yang sangat hangat saat itu, sehingga pemerintah memiliki tekad
untuk menjadikan pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang
tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional yang harus didukung secara
serius.[3] Dalam
pidatonya yang dikutip dari surat kabar kompas.com, SBY mengungkapkan bahwa:
“Pendidikan karakter saat ini sangatlah penting. Pendidikan
karakter sangat menentukan kemajuan peradaban bangsa, yang tak hanya unggul dan
tetapi juga bangsa yang cerdas. Mengutip filsuf Yunani Aristoteles, SBY
mengatakan bahwa ada dua penentu kemajuan bangsa. Pertama pemikiran dan kedua
karakter. "Mengapa karater manusia dan bangsa itu penting. Aristoteles
pernah mengatakan bahwa ada dua keunggulan manusia yang disebut human
excelence. Pertama excelence of tought atau keunggulan pemikiran. Kedua,
excelence of character, kehebatan dalam karakter. Keunggulan di bidang
pemikiran dan karakter bisa dibangun melalui dunia pendidikan. Karena itu,
Indonesia harus memiliki pendidikan yang unggul dan berkualitas. Oleh karena
itu, saya ingatkan kepada para pendidik, baik formal maupun nonformal dan kita
semua bahwa sasaran pendidikan bukan hanya kepintaran dan kecerdasan, tetapi
juga moral dan budi pekerti, watak, nilai dan kepribadian yang tangguh, unggul
dan mulia".[4]
Dari kutipan Pidato SBY
di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan karakter merupakan hal yang
fundamental dalam dunia pendidikan. Dalam Undang–Undang Dasar nomor 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional yang terdapat bab 1 pasal 1 disebutkan
bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negera”.[5]
Kemudian dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 juga disebutkan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Selanjutnya diperkuat
pula dengan adanya Permenag No. 2 Tahun 2008 yang di dalam latar belakang
kurikulumnya dinyatakan bahwa kurikulum ini diharapkan dapat membantu
mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan. Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar diarahkan untuk menambahkan dan memberikan
keterampilan bertahan hidup dalam kondisi yang beragam dengan berbagai
perubahan serta persaingan.
Kurikulum ini
diciptakan untuk menghasilkan lulusan yang baik, kompeten, dan cerdas dalam
membangun sosial dan mewujudkan karakter Kutipan tersebut mengisyaratkan upaya
nyata dari pemerintah pada dunia pendidikan dalam mewujudkan cita-cita bangsa,
yaitu berderajat tinggi dan bernilai luhur. Melalui pendidikan ini tentunya
bukan hanya pada ranah Kognitif dan Psikomotorik saja yang diharapkan memiliki
perubahan, akan tetapi yang paling utama adalah adanya perubahan positif pada
ranah afektif. Maka dengan demikian pendidikan karakter harus ditanamkan sejak
anak masih kecil dan melalui proses yang disesuaikan dalam tahapan perkembangan
anak.
2.
Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Pendidikan Islam
Kata Islam dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, atau pendidikan Islami, atau pendidikan yang berdasarkan asas-asas Islam. Pembahasan tentang apa pendidikan itu menurut Islam tentunya didasarkan atas keterangan al-Qur’an dan Hadits, serta didasarkan pula pada pendapat para pakar pendidikan Islam (Tafsir, 1992: 24).
Dalam kaitannya dengan
pendidikan karakter, pada dasarnya pendidikan Islam memiliki corak tersendiri
yang membedakan dengan pendidikan karakter ala barat. Hal ini bisa dilihat dari
uraian mengenai tujuan Pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam menurut Arifin
(2006: 56) secara teoretis dibedakan menjadi dua jenis tujuan, yaitu tujuan
keagamaan dan tujuan duniawi.
Lebih lanjut Arifin menjelaskan bahwa, tujuan
keagamaan (Al-Ghardud Diny) pendidikan Islam penuh dengan nilai rohaniah islami
dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup di akhirat. Tujuan itu difokuskan
pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syari’at Islam
melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat kepada Allah.[6] Sementara itu, tujuan
keduniaan (Al-Ghardud Dunyawi) didasarkan surat Al-Jumu’ah ayat 10, yang
artinya “Apabila Telah ditunaikan shalat,
maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” [7]
Ayat di atas dapat dijadikan dasar untuk
tujuan pendidikan keduniaan menurut Islam, dimana faktor prosperty
(kesejahteraan) hidup duniawi menjadi orientasinya, dengan orientasi kepada
nilai Islami itu tujuan pendidikan tidak gersang dari nilai ketuhanan dan
kemanusiaan. Dalam pandangan Islam, tetap saja kehidupan duniawi itu mengandung
nilai ukhrowi. Hal tersebut tentunya berbeda dengan tujuan keduniaan menurut
paham pragmatisme dan menurut tuntunan hidup ilmu dan teknologi modern yang
gersang dari nilai-nilai kemanusiaan dan agama.
Al-Aynayni didalam
tulisannya (1980:153-217) membagi tujuan pendidikan Islam menjadi tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum ialah beribadah kepada Allah, maksudnya
membentuk manusia yang beribadah kepada Allah SWT berlaku di segala tempat,
waktu dan keadaan. Sementara itu, tujuan khusus pendidikan Islam ditetapkan
berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan geografi, ekonomi,
dan lain-lain yang ada di tempat itu. Selanjutnya ia membagi aspek-aspek
pembinaan dalam pendidikan Islam. Aspek-aspek pembinaan dalam pendidikan Islam
menurutnya adalah: (1) aspek jasmani; (2) aspek akal ; (3) aspek akidah; (4)
aspek akhlak; (5) aspek kejiwaan; (6) aspek keindahan; dan (7) aspek kebudayaan
(Tafsir, 1992:46)
Tatkala membicarakan
ciri muslim sempurna, kita telah sampai pada kesimpulan bahwa muslim sempurna menurut
Islam ialah; pertama), jasmaninya
sehat serta kuat, kedua), akalnya
cerdas dan pandai, ketiga), hatinya
takwa kepada Allah SWT. Jasmani yang sehat dan kuat memiliki ciri sebagai
berikut: sehat, kuat, dan berketerampilan. Adapun kecerdasan dan kepandaian
cirinya adalah: pertama, mampu menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat;
kedua, mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan filosofis; ketiga,
memiliki dan mengembangkan sains; dan keempat, memiliki dan mengembangkan
filsafat. Sementara hati yang takwa kepada Allah memiliki ciri sebagai berikut:
pertama, melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh
sukarela; dan kedua, hati yang memiliki kemampuan untuk selalu ingat dan
berhubungan dengan Allah SWT dalam setiap waktu dan kesempatan.
3. Pendidikan Karakter
Islami di Lingkungan Sekolah
Pada dasarnya
penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara terpadu
pada setiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat
digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi, dan
memfasilitasi peserta didik berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setidaknya terdapat dua
jalur utama dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a)
terpadu melalui kegiatan Pembelajaran, dan (b) terpadu melalui kegiatan
Ekstrakurikuler. Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran
adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah
laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang
berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dalam fase ini, tenaga
pendidik memiliki perang penting dalam proses pengenalan nilai-nilai tersebut,
sehingga sebelum memberikan pendidikan karakter kepada peserta didik, maka para
tenaga pendidik terlebih dahulu mengetahui karakter tenaga pendidik yang
Islami.
3.1.
Tenaga Pendidik
Di
dalam dunia pendidikan yang dimaksud pendidik ialah semua yang mempengaruhi
perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam, dan kebudayaan. Orang sebagai
kelompok pendidik banyak macamnya, tetapi pada dasarnnya semua orang. Yang
dikenal dalam ilmu pendidikan adalah orang tua murid, guru-guru disekolah, dan
tokoh-tokoh atau figur masyarakat.
Dalam
konteks sekolah, hal penting yang harus dilakukan oleh seorang pendidik secara
umum adalah memahami perkembangan anak didiknya. Pemahaman terhadap perkembangan anak didik
akan bermanfaat bagi seorang guru anatara lain: 1) Memberikan layanan bantuan
dan bimbingan yang tepat kepada peserta didik relevan dengan tingkat
perkembangannnya, 2) Mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya kesulitan
belajar peserta didik tertentu, lalu segera mangambil langkah-laangkah yang
tepat untuk menanggulanginya, 3) Mempertimbangkan waktu yang tepat untuk
memulai aktifitas proses pembelajaran, 4) Menemukan dan menetapkan
tujuan-tujuan pembelajaran baik berupa kompetensi dasar (KD) maupun kompetensi
inti (KI) yang harus dicapai oleh peserta didik.
Menurut
Moh. Athiyah
Al Abrasyi sebagaimana yang dikutip oleh Uhbiyati (2005: 77), seorang pendidik
Islam itu harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Adapun sifat-sifat yang dimaksud adalah:
1.
Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari
keridoan Allah semata.
2.
Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat ria (mencari
nama), dengki, permusuhan, perselisihan, dan lain-lain sifat yang tercela.
3.
Ikhlas dalam kepercayaan, keikhlasan dan kejujuran di dalam pekerjaannya
merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan sukses
murid-muridnya.
4.
Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri,
menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena
sebab-sebab yang kecil, serta berpribadi dan mempunyai harga diri.
5.
Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap
anak-anaknya sendiri, dan memikirkan keadaan mereka seperti ia memikirkan
keadaan anak-anaknya sendiri. Bahkan seharusnya ia lebih mencintai
murid-muridnya daripada anaknya sendiri.
6.
Seorang guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan
pemikiran murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam mendidik murid-muridnya.
7.
Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya, serta
memperdalam pengetahuannya tentang itu sehingga mata pelajaran itu tidak
bersifat dangkal.
3.2. Peserta Didik
Peserta
didik merupakan objek terpenting dalam pembentukan karakter di lingkungan
sekolah. Secara terperinci Ridwan dalam
tulisannya menjelaskan bahwa ada tiga tahapan penting dalam pembentukan
karakter pada diri anak, diantarnaya knowing
the good, felling the good, dan active
the good.
Pertama) Knowing the
good, (mengetahui kebajikan), berarti anak mengetahui baik dan buruk,
mengerti tindakan yang harus diambil dan dapat memprioritas hal-hal yang baik.
Dalam konteks ini, anak tidak sekedar diinformasikan tentang hal-hal yang baik,
tetapi harus diinternalisasikan lewat penghayatan yang mendalam, sehingga ia
dapat memahami mengapa harus dan perlu melakukan tindakan kebajikan. Kedua) Felling the good, (merasakan kebajikan), berarti anak dapat
merasakan manfaat perbuatan baik, sehingga ia menjadi gemar atau cinta
melakukan kebajikan dan benci melakukan perbuatan buruk. Ketiga) Active the good
(melaksanakan kebajikan), berarti anak dapat dan terbiasa melakukan kebajikan.
Pada tahap ini anak dilatih untuk terbiasa melakukan perbuatan baik, sebab
tanpa anak terbiasa melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan sebagai kebaikan tidak akan ada artinya.[8]
Tentu
agar pesan nilai karakter yang disampaikan oleh pendidik mudah diterima oleh
anak didik maka dibutuhkan cara yang tepat. Anak didik akan merasa senang dan
bergembira disaat menerima materi pelajaran dari seorang pendidik apabila metode
yang dipakai oleh pendidik sesuai dengan bahan ajar, sesuai dengan tingkat
pemahaman anak didik, serta sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik maka
akan menimbulkan rasa gembira pada diri anak-anak. Kegembiraan mereka membuat
mereka peka terhadap apa yang disampaikan oleh gurunya, menjadikan mereka
hormat terhadapnya, dan bersikap sopan dihadapannya. Jika sebaliknya, maka
karakter negatif yang akan muncul dari diri anak didik.
Dalam
dunia pendidikan Islam, prinsip penyelenggaraan metode pendidikan harus
memperhatikan 3 prinsip, diantaranya :
1.
Memudahkan dan tidak mempersulit.
2.
Menggembirakan dan tidak menyusahkan.
3. Dalam memutuskan sesuatu hendaklah selalu
memiliki satu kesatuan pandangan dan tidak bersellisih paham yang dapat membawa
pertentangan bahkan pertengkaran.
Tidak
cukup dengan metode yang tepat, Anis
Matta dalam tulisannya berpendapat bahwa ada kaidah kaidah yang harus dipenuhi
agar pembentukan karakter, khususnya karakter Islami yang dicanangkan bisa
tercapai, diantaranya kebertahapan, kesinambungan, momentum, motivasi intrinsik
dan pembimbing.
Pada
Tahap kebertahapan, perubahan karakter tidak terjadi seketika, akan tetapi
membutuhkan waktu yang panjang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pembentukan
karakter harus berorientasi pada proses bukan hasil. Hal ini mengindikasikan
bahwa, evaluasi pembentukan karakter berupa penilaian bukan semata-mata untuk
melihat secara angka-angka keberhasilan anak didik, melainkan tercapainya semua
kompetensi secara menyeluruh dalam diri anak didik.
Sistem
pendidikanpun akan dikatakan keliru apabila tidak melakukan evaluasi dengan
benar. Evaluasi yang dilakukan bukan dapat meningkatkan kualitas pendidikan, malah
yang terjadi justru menurunkan citra pendidikan itu sendiri. Dengan konsep
evaluasi yang salah tidak menjadikan anak didik berkarakter baik malah justru
menjadikan mereka semakin malas, tidak percaya diri, tidak semangat belajar,
sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan. Sementara apapun
yang diperbuat dalam pendidikan selalu menghendaki hasil. Dan setiap pendidik
selalu berharap bahwa hasil yang diperoleh diwaktu sekarang lebih memuaskan
dari hasil yang diperoleh sebelumnya.
Evaluasi
dilakukan dalam pendidikan Islam tentunya searah dengan watak dan karakter
manusia yang diharapkan menjadi lebih baik setelahnya. Dalam Al-Qur’an Al-Karim
surat An-Nisa ayat 28 Allah berfirman yang artinya:” Allah hendak memberikan
keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” Ayat tersebut
mengisyaratkan bahwa evaluasi dilakukan karena manusia memiliki banyak
kelemahan dengan evaluasi tersebut diharapkan munculnya karakter positif dalam
dirinya dan hilangnya karakter negatif berkaitan dengan kelemahan tersebut.
Pembentukan
karakter yang baik dalam diri anak didik tidak semudah membalikan telapak
tangan. Anak didik seringkali terpengaruh oleh lingkungan yang menjadi tempat
eksistensi mereka. Tidak semua lingkungan berpengaruh positif terhadap
perkembangan pribadi mereka juga pada pembentukan karakter dan penanaman
nilai-nilai agama yang diharapkan. Oleh karena itu, haruslah adanya pembinaan
dengan konsep pendidikan Islam terhadap lingkungan yang dimaksud. Adapun
lingkungan tersebut antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat.
Pada
tiga lingkungan di atas semestinya dibina menjadi lingkungan Islami, tanpa
terkecuali. Satu sama lain saling berkaitan dan masing-masing lingkungan
memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan pendidikan Islam dalam mencetak
manusia menjadi sosok insan kamil yang mengalami perubahan watak atau karakter
menjadi lebih baik serta adanya nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan yang
semakin kokoh. Untuk itu, dibutuhkan adanya kerjasama antara ketiga lingkungan
pendidikan tersebut agar apa yang dicita-citakan dalam rumusan tujuan pendidikan
Islam dapat terwujud.
[1]
Istilah karakter yang dalam bahasa
Inggris character, berasal dari istilah Yunani, character dari kata charassein
yang berarti membuat tajam atau membuat dalam. Karakter juga dapat berarti
mengukir. Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir.Maka,
karakter seseorang merupakan sesuatu yang khas pada diri seseorang dan mendarah
daging dalam dirinnya.
[2]Abdul
Majid, Dian Handayani,2011, Pendidikan Karakter Prspektif islam, Bandung : PT
Remaja Rosda karya, hlm. 11
[3] Fatchul
Mu’in, 2011, Pendidikan Karakter,
Konstruksi Teoretik dan Praktik, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, hlm. 323
[4]Kompas,”SBY:PendidikanKarakterSangatPenting”,https://nasional.kompas.com/read/2011/05/20/21473385/SBY.Pendidikan.Karakter.Sangat.Penting,
(diakses pada 15 Januari 2021, pukul 10.00 WIB)
[5]
Aisyah M. Ali, 2018, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya, Jakarta :
Penerbit Kencana, hlm. 9
[6] “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu
(orangorang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal..”. (Q.S.
Al-A’la: 14-17)
[7] Q.S. Al-Jumu’ah: 10
[8]
Aisyah M. Ali, 2018,…….. hlm. 9